Jakarta – yayasan nurul huda islami kranggan — Ungkapan ‘hasil tidak akan menghianati proses’ tampaknya benar-benar terjadi dalam kehidupan seorang Lalu Ary Kurniawan Hardi. Pria kelahiran Mataram, 22 Mei 1998 ini jalani proses yang luar biasa hingga bisa mendapat gelar ‘Best Student’ untuk program magister di Nicolaus Copernicus University, Torun, Polandia.
Gelar itu bukanlah yang pertama bagi pria yang akrab dipanggil Ary ini. Sebelumnya ia meraih predikat sebagai wisudawan terbaik FISIP Universitas Airlangga (Unair) dengan IPK 3,98.

Meski begitu, tak banyak yang tahu perjuangan sosok berusia 25 tahun ini. Begini kisahnya.

Anak Pantai dan Dukungan Orang Tua

Berbicara tentang kehidupannya, putra kebanggaan Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menyinggung tentang masa kecil. Ia berasal dari Lombok, NTB tepatnya Kabupaten Lombok Barat.

Ary kecil tumbuh dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ibunya pedagang kecil dan sang ayah dahulu seorang pengangguran.

“Orang tua saya bukan pejabat atau orang yang punya privilese. Ibu saya dulu pedagang dan ayah seorang pengangguran. Beliau baru bekerja pada tahun 2004 saat saya menginjak bangku kelas 1 atau kelas 2 SD. Jadi bisa dibilang kami datang dari keluarga yang menengah ke bawah dalam tanda kutip” ucap Ary Kurniawan Hardi Rabu (26/7/2023) ditulis Senin (14/8/2023).

Masa kecil Ary erat kaitannya dengan pantai sehingga ia punya asosiasi yang kuat dengan pemandangan laut, sawah, dan pemandangan alam. Tidak seperti anak lain yang mengembangkan bakat dan minat sejak kecil ia lebih sering menghabiskan diri dengan bermain di pantai.

Tentang peran orang tua dalam pengembangan dirinya, Ary dengan mantap menjawab sangat besar. Bahkan dalam keadaan terpuruk secara ekonomi sekalipun, orang tuanya selalu mengusahakan yang terbaik demi pendidikan putra mereka.

Sejak SD Ary selalu masuk sekolah dengan reputasi yang paling unggul di Kota Mataram. Ia merupakan alumnus dari SDN 7 Mataram, SMPN 2 Mataram, dan SMAN 5 Mataram.

Di matanya, orang tua adalah suporter utama dalam hidup. Jadi, ia sangat menghargai peran kedua orang tuanya terlepas dari situasi keluarga pada saat itu.

“Bisa dibilang dari SD, SMP, SMA sekalipun orang tua saya keterbatasan, beliau siap melakukan apapun supaya saya masuk ke institusi pendidikan paling baik, paling bagus, di mana saya bisa mengembangkan diri saya,”

“Ibaratnya orang tua berkata ‘oke, makan mungkin bisa kita tunda, tapi sekolah kamu harus jalan,” tambahnya.

Gagal Masuk FK-Pindah Kuliah

Selepas lulus SMA, kehidupan yang sesungguhnya mulai dirasakan Ary. Awalnya, ia sangat menginginkan kuliah di program studi kedokteran.

Sejak SMA ia sudah mempersiapkan hal itu dari prestasi yang baik bahkan 6 tertinggi di sekolahnya, mendalami bidang-bidang biologi, hingga ikut organisasi PMR dan dokter muda. Namun usaha tersebut ternyata belum berhasil, Ary ditolak sekolah kedokteran yang diimpikannya.

Momen ini tak bisa dilupakannya dengan mudah karena menurutnya ini kejadian paling kelam dalam hidup seorang Lalu Ary Kurniawan Hardi. Karena hal tersebut, ia mengurung diri selama 3 bulan hingga sakit secara fisik.

“Dalam perjalanan selama 3 tahun saya bersekolah itu saya bener-bener fokus pengen banget jadi dokter. Tapi ternyata saya gagal walaupun sudah mengumpulkan portofolio yang sudah cukup mumpuni untuk masuk kesana. Mental saya drop, saya mengurung diri, enggan makan, dan akhirnya sakit,” beber Ary.

Di titik terendah itu, hanya orang tua yang membuatnya bangkit lagi. Momen itu juga yang membuatnya terus maju dan tak mau kalah dari kehidupan.

“Satu hal yang orang tua saya ungkapkan kepada saya bahwa segagal-gagalnya apapun kamu, kamu tetap anak saya dan saya tidak pernah melihat kamu sebagai kegagalan. Di mata kami kamu tetap anak yang paling membanggakan” ujar Ary mengulang kata-kata orang tuanya dengan emosional.

Setelah gagal di prodi kedokteran, Ary memilih bidang electrical engineering sebagai tujuan barunya. Pada tahun 2016, usahanya berhasil dan lolos seleksi di prodi Teknik Elektro di suatu kampus yang tak bisa ia sebutkan.

Dengan ketekunan yang dimilikinya, ia tidak memiliki masalah dalam belajar. Pemilik belasan gelar debat nasional ini mengaku kalau dirinya sangat suka tantangan, sehingga suka mempelajari banyak hal.

Namun titik terendah dalam hidup Ary kembali hadir. Ia menjelaskan selama satu atau dua semester selama perkuliahan mendapat bullying dan perlakukan yang tidak enak meski pencapaiannya sangat baik di prodi tersebut.

Ary menegaskan hal ini tidak berlaku untuk Teknik Elektro secara umum melainkan khusus kampus yang pernah disinggahinya saja. Dengan demikian pada tahun 2017 ia memutuskan untuk keluar dan memulai semua dari awal lagi.

Singkat cerita, kehidupan baru dimulai lagi di Universitas Airlangga (Unair). Ary menyatakan kuliah di Unair tidak segampang yang terlihat dengan penggambaran prestasinya yang luar biasa.

Usut punya usut, peringkat tiga Mahasiswa Berprestasi Unair tahun 2019 ini sempat ingin kembali keluar dari kampus Garuda Mukti itu dan mencoba peruntungan beasiswa untuk berkuliah di Turki. Keberuntungan nampaknya ada di tangannya, ia berhasil lolos dan siap berangkat ke Turki.

“Tetapi ada masalah di mana saat itu saya tidak bisa berangkat karena visa. Jadi ini adalah titik terendah saya yang ketiga. Tapi, di sana orang tua kembali lagi memberikan support yang sama,” jelasnya.

Karena kegagalan beruntun yang dirasakannya, Ary memutuskan untuk tidak menyerah dan memberikan peluang kepada diri sendiri bertemu dengan kegagalan. Dengan begitu melalui prodi Ilmu Politik Unair, ia berniat untuk dapat IPK 4 sampai ia lulus.

Sejak saat itu, ia mulai mempelajari berbagai hal dari berbagai sumber dan menciptakan satu per satu prestasi. Usahanya menghasilkan buah manis dengan menjadi awardee Beasiswa Unggulan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Saya lulus 3,5 tahun dari Unair tanpa mengeluarkan uang sepeser pun karena beasiswa. Kemudian mendapat kesempatan exchange ke Korea selama satu bulan, memenangkan lebih dari 12 title lomba debat nasional, ikut konferensi. Berbagai prestasi itu datang setelah hampir 2 tahun struggle dan jatuh,” tambahnya.

Meski begitu, Ary menyatakan kesimpulan dari cerita perjuangan ini adalah ia bisa bertahan karena orang tua dan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Kuliah S2 Pakai Banyak Beasiswa

Lulus dari Universitas Airlangga dengan gelar wisudawan terbaik, IPK 3,98 dalam waktu 3 tahun 5 bulan 19 hari di bulan Maret 2021, Ary mencoba mendaftar banyak beasiswa. Awalnya ia melamar 5 kampus di Inggris Raya, tiga memberikan jawaban penerimaan.

Ketiga kampus tersebut adalah University of Birmingham, University of Leeds, dan University of Sheffield di Inggris Raya. Namun saat itu ia hanya baru mendapatkan Letter of Acceptance(LoA) tanpa beasiswa.

Niat awalnya, Ary ingin menggunakan LoA untuk mendaftar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Namun, ada halangan terkait waktu.

Di saat yang sama, kabar baik datang dari Australia Award Scholarship skema pendanaan yang sangat ia inginkan. Ary menjadi salah satu dari dua orang yang lolos dalam penerimaan beasiswa itu.

Terlebih, karena salah satu impiannya adalah melanjutkan studi S2 ke University of New South Wales (UNSW) namun akhirnya ia memilih untuk merelakan. Alasannya karena mendapatkan pengumuman beasiswa Nusa Tenggara Barat (NTB) terlebuh dahulu dengan tujuan studi Polandia di bulan September 2021.

“Setelah saya istikharah, minta pendapat orang tua, minta pendapat teman. Oke, this is the way, saya ambil Polandia. Dan semua orang kaget seperti saat saya pindah ke electrical engineering,” ungkap Ary sambil tersenyum.

Meski tujuannya bukan negara bergengsi, Ary mengaku setelah sampai ia memiliki peluang yang sangat banyak. Peluang itu bahkan mungkin tak didapatnya bila ia kala itu mengambil kampus di Inggris.

Selama studi S2, ada lebih dari tiga beasiswa didapatkannya yakni Beasiswa NTB, Beasiswa Rektor karena pencapaiannya sebagai mahasiswa terbaik dengan IPK 5.00 dari skala 5.00 (UMK’s Rector Scholarship for Outstanding Student) dan beasiswa untuk penelitiannya (Polish National Science Center SONATA 17 Grants dan Grants for NCU Students Research Scholarship).

Beasiswa NTB tidak mewajibkan penerimanya untuk pulang ke Indonesia. Dengan demikian setelah lulus, Ary ingin berkarir di bidang international affairs.

Ia ingin bekerja untuk sebuah lembaga bukan pemerintah. Bukan karena tidak sayang akan negara namun karena pemerintah NTB memberikan dorongan untuk itu.

Pemerintah daerah NTB berkeyakinan program beasiswa bisa membuat provinsi tersebut besar karena masyarakat bisa meniti karier di kancah internasional. Bila sukses, lembaga internasional yang memiliki masyarakat NTB di dalam nya bisa menyediakan ruang bagi NTB untuk bisa lebih maju.

Ary akan segera melakukan sidang akhir studi di Polandia tanggal 31 Agustus 2023 mendatang. Ia berencana akan pulang ke Indonesia dan kemudian kembali ke Polandia lagi untuk menyelesaikan pekerjaan.

Karena kini Ary tengah bekerja sebagai sebagai asisten peneliti di Instytut Studiów Politycznych Polskiej Akademii Nauk di bawah skema pendanaan badań sains nasional Polandia. Setelah selesai di Januari 2024, Ary akan memulai pendaftaran untuk gelar S3 nya atau PhD.